* TENTANG KAMI

Apakah IA-P2P?
Indonesia-America P2P (People to People) adalah sebuah forum untuk meningkatkan dialog, kesaling-pahaman dan kerja sama antara orang-orang Indonesia dan Amerika di bidang sosial-budaya, yang dipelopori sekelompok intelektual Indonesia papan atas. Anggotanya meliputi kalangan akademisi, pengusaha, guru dan dosen, mahasiswa, pekerja sosial, aktivis LSM, seniman, wartawan, penerjemah, editor, produser film, politisi, diplomat, filosof, ibu rumah tangga, dsb.

Mengapa IA-P2P Didirikan?
Selama beberapa tahun ini, tampak jelas sekali tanda-tanda kemerosotan hubungan antara Dunia Muslim dan Barat, khususnya Amerika Serikat. Puluhan tahun kebijakan politik luar negeri AS yang salah arah telah berperan dalam menanamkan persepsi negatif tentang Amerika Serikat di kalangan masyarakat Muslim. Dua periode terakhir kepresidenan AS, yang menjadi saksi serangan 9/11 dan memberikan reaksi terhadapnya, invasi ke Afghanistan dan Irak, serta aksi kekerasan tanpa akhir di Palestina, semakin memperburuk situasi. Beberapa studi bahkan menunjukkan kebangkitan anti-Amerikanisme. Di satu sisi, warga Amerika tidak memahami mengapa muncul kebencian yang kuat semacam itu, dan di sisi lain banyak Muslim yang sesungguhnya juga tidak memahami Amerika.

Abdillah Toha, pendiri IA-P2P Dialog, meluncurkan edisi bahasa Indonesia dari memoar Presiden Amerika Serikat, Barack Obama: "Dreams from My Father", pada Jumat, 26 Juni 2009 di Graha Sucofindo Jakarta. Di saat yang sama, dia juga meluncurkan Indonesia-America People to People (IA-P2P) Dialog.

Pidato Obama bagi Dunia Muslim yang lama dinantikan, berjudul “Awal yang Baru”, sungguh menandai sebuah era yang baru. Permulaan yang baru ini memang menawarkan semburat harapan, namun tetap: satu permulaan, sebuah awal. Obama sendiri mengakui “bahwa perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam. Satu pidato tak mungkin mencerabut rasa saling tak percaya yang telah tertanam bertahun-tahun.” Lantas, apa yang harus dilakukan?

Bagaimanapun, Obama hanyalah seorang presiden, meskipun ia seorang presiden yang berbeda dengan para pendahulunya. Pemerintahannya, Kongres Amerika Serikat, juga masyarakatnya bisa jadi tidak sesiap sang Presiden dalam menghadapi era baru itu. Tanpa dukungan mereka, sungguh sulit membayangkan kita dapat melepaskan diri dari masa lalu, dari rasa saling tak percaya yang sudah mengakar selama puluhan tahun. Beberapa isu baru yang menantang, seperti tentang pemilu di Iran baru-baru ini, tak diragukan lagi akan muncul, dan dapat digunakan sebagai dalih bahwa cara-cara dialog yang ditawarkan tidak akan berhasil, dan ini akan membawa paksa kita kembali ke cara-cara lama—bukan ke sebuah permulaan yang baru.

Indonesia-America People to People menawarkan langkah yang kecil, namun kami yakini sangat penting, yang memperkuat permulaan baru itu. Di sini penekanan “people to people” sangatlah penting. Di satu sisi, kita akan berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat Muslim tentang Barat, khususnya Amerika. Di sisi lain, kami berharap langkah ini berperan dalam memperkuat basis dukungan terhadap Presiden Obama di kalangan warga Amerika Serikat. Bagaimanapun, merekalah yang telah memilihnya, dan memiliki kepentingan terbesar dalam hal ini.

Versi bahasa Indonesia dari memoar Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Diterbitkan oleh Mizan, salah satu penerbit terbesar di Indonesia, dengan harapan dapat meningkatkan saling pengertian antara bangsa Indonesia dan Amerika.

Mengapa kami berpikir penting untuk melakukan sesuatu terhadap kondisi saling tidak memahami ini? Sementara kebijakan dibuat oleh pemerintah dan aparat negara, kita warga biasa dapat mengarahkannya berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Warga masyarakat di Indonesia dan Amerika, yang sama-sama hidup di negara demokrasi terbesar di dunia, pada akhirnya punya kekuatan untuk mengubah kondisi tidak nyaman di negara masing-masing. Kedua masyarakat juga telah menunjukkan bahwa aspirasi akan perubahan melalui cara-cara demokratis bukan hanya bisa dicapai, tetapi juga sudah menjadi sebuah kenyataan.

Mengapa kita, warga Indonesia, mesti peduli dengan semua ini? Salah satu alasan paling sederhana adalah bahwa di saat yang penting dan unik dalam sejarah Amerika, saat ini, karena kami melihat sebuah kesempatan emas yang memungkinkan kita menjembatani kesenjangan di antara dua kebudayaan besar. Apa pun yang dipikirkan orang di Indonesia atau di tempat mana pun di dunia, tentang Amerika, tak dapat disangkal bahwa Amerika saat ini, dan selama beberapa waktu ke depan, masih akan menjadi sebuah kekuatan yang harus diperhitungkan. Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dengan karakteristiknya yang moderat dan toleran, akan menjadi mitra yang tepat dalam mengawali upaya bersama menuju era saling pengertian dan saling menghormati ini. Amerika, sebagaimana bangsa lain di dunia, bukanlah sebuah entitas homogen. Amerika yang homogen hanyalah entitas fiktif. Demikian juga, sebuah “Dunia Muslim” yang homogen pun sama fiktifnya. Hanya pengalaman konkret dan bermakna dari para warga masyarakat kedua entitas itulah yang dapat meluruskan salah kaprah yang terjadi selama ini.

Menangani Akar Permasalahan: Sikap Abai, Saling Tak Percaya, dan Dialog
Indonesia-America P2P juga menanggapi penemuan sejumlah survei global baru-baru ini, seperti yang dilakukan Pew Research Center* dan Gallup Poll**, yang menunjukkan sikap saling abai di kalangan Muslim dan Barat. Survei Gallup secara empatik menyatakan bahwa hal terpenting yang dapat dilakukan Barat untuk meningkatkan hubungan di dalam masyarakat mereka sendiri adalah dengan mengubah persepsi negatif mereka terhadap Muslim, sekaligus menghormati Islam. Sebaliknya, pandangan Muslim terhadap Barat (dan masyarakat Indonesia tak terkecuali) jelas tak pula terbebas dari prasangka negatif. Dengan kata lain, survei ini menemukan alasan sederhana yang melatari sikap saling tak percaya di antara Muslim dan Barat: mereka tidak mengenal satu sama lain.

Versi bahasa Indonesia dari buku kolaborasi Esposito dan Mogahed, "Who Speaks for Islam? What a Billion Muslims Really Think"; sebuah riset mendalam yang menawarkan sejumlah wawasan mengenai apa yang sebenarnya yang diyakini umat Muslim seputar isu global kunci seperti demokrasi, radikalisme, hak-hak perempuan, yang berupaya membedakan antara kalangan ekstrimis yang banyak diliput media dan Muslim kebanyakan.

Di tengah ketidakpuasan yang beralasan atas kesalahpahaman Amerika terhadap Dunia Muslim, warga Muslim pun perlu memahami Amerika Serikat secara lebih baik. Sayang sekali, sebagian ketidakpuasan ini telah menjadikan mereka memandang Amerika sebagai entitas negatif yang monolitik yang menutup diri terhadap kemungkinan interaksi yang bermakna dan perbaikan cara pandang yang dapat membawa hubungan keduanya ke tingkat yang lebih baik.

Kedua masyarakat sekaligus, yang saling abai satu sama lain, perlu untuk menghilangkan rasa saling tak percaya ini. Salah satu jalan pasti untuk melakukannya adalah melalui dialog yang bermakna dan terus-menerus. Itulah tepatnya yang ingin kami lakukan: membuka dialog, dalam berbagai bentuknya, demi menghilangkan hambatan yang berwujud rasa saling tak percaya tersebut, hingga lahir sebuah dunia yang lebih manusiawi sebagai hasilnya. Ini memang sebuah mimpi besar, namun tetap kita akan memulai upaya meraihnya dengan langkah-langkah kecil.

Bagi banyak orang, dialog bukanlah hal yang baru. Sejauh ini, meskipun banyak dialog telah dilakukan, kesalahpahaman dan konflik masih saja banyak terjadi. Namun pertanyaannya adalah, adakah alternatif selain dialog? Rabbi Jonathan Sacks mengingatkan kita, “penangkal tunggal kekerasan adalah percakapan, membicarakan ketakutan-ketakutan kita, mendengarkan kekhawatiran pihak lain, dan dengan cara itu kita berbagi kerentanan dan kelemahan kita, untuk menemukan secercah harapan.” (The Dignity of Difference, Continuum, 2002, p. 2). Jika sejauh ini berbagai dialog yang dilakukan tidak mampu membawa kita pada tujuan, bukan berarti kita harus meninggalkan dialog. Alih-alih, kita bahkan memerlukan lebih banyak dialog! Barangkali kita belum cukup banyak berdialog, atau belum berdialog dengan cukup baik.

Dialog bukanlah tugas mudah. Dialog bukanlah obrolan manis ataupun gambaran-gambaran indah lain tentang diri kita dalam hubungan dengan pihak lain. Dialog, cepat atau lambat, akan memaksa kita untuk mengakui bahwa tidak semuanya baik-baik saja. Sebuah dialog yang efektif sudah seharusnya selalu dibarengi dengan self-criti que. Sebuah kritik bagaimana kita memandang pihak lain; juga kritik tentang hal-hal yang mungkin salah dalam diri kita. Namun sebuah dialog juga seharusnya tidak membuat kita segan bersikap kritis terhadap pihak lain. Kritik pihak lain akan menjadi cermin bagi kita, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, langkah selanjutnya dalam dialog adalah menerima pihak lain –pihak yang barangkali menjadi sasaran kesalahpahaman kita– apa adanya. Penting juga untuk dicatat bahwa agar dialog dapat berhasil, ia haruslah inklusif, dan tidak dilakukan hanya di antara mereka yang sudah berubah sikap. Peserta dialog haruslah dari kalangan luas, bahkan termasuk mereka yang kita anggap berpijak di sisi-sisi ekstrem. Sebab jika tidak, dialog hanya akan memberikan hasil yang telah disetujui bahkan sebelum dialog dimulai.

Salah satu keniscayaan yang melatari inisiatif dialog ini adalah bahwa ada lebih banyak hal yang dapat mempersatukan kita sebagai sesama manusia ketimbang hal-hal yang memecah belah kita seperti kewarganegaraan atau keanggotaan kita dalam sebuah kelompok agama. Pada saat dialog dan percakapan dilakukan, berbagai stereotip diluruskan, cara-cara konstruktif untuk sebuah transformasi ditemukan, kesepahaman dicapai, kita akan dapat bekerja bersama-sama menciptakan dunia yang lebih baik.

Indonesia berada di posisi unik di tengah titik sejarah saat ini. Jumlah penduduk Muslim Indonesia yang besar serta posisinya yang jauh dari kawasan “panas” Timur Tengah, menjanjikan suatu wawasan dan banyak jendela menuju berbagai pendekatan baru terhadap berbagai isu yang memecah belah. Demokrasi negeri ini yang masih muda dan telah dengan susah payah diperjuangkan memastikan suatu pertukaran bebas sebagai media transformasi.

Apa yang Dilakukan IA-P2P?

Sebuah cuplikan halaman dari “Ensiklopedi Muhammad“. Keterangan fotonya sbb: ”Siswa Muslim dari sebuah pesantren sedang berdiskusi dengan siswa Kristen dari sekolah internasional dalam acara Breaking Down The Walls, acara yang dirancang untuk menjembatani dialog lintas budaya dan agama.” Ensiklopedi populer tentang Nabi Muhammad ini diterbitkan oleh Mizan, salah satu penerbit Islam terpenting di Indonesia, negeri berpenduduk Muslim terbanyak di dunia.

Indonesia-America P2P akan memulai dialog yang sangat diperlukan ini dalam berbagai bentuk. Ia bisa berbentuk dialog konvensional, atau semacam kegiatan perkemahan musim panas, loka karya di sektor-sektor tertentu (misalnya kepemudaan, mass media, intelektual, mahasiswa, pemimpin agama, pendidik, aktivis organisasi massa, dll.). Kuncinya adalah pelipatgandaan pengaruh. Dialog akan melibatkan peserta dalam jumlah yang sangat terbatas. Banyak dan lebih banyak dialog lagi harus dilakukan. Dari peserta dialog yang jumlahnya terbatas itulah, kita mengharapkan penyebaran kesepahaman baru kepada masyarakat yang lebih luas dan lebih luas lagi.

Dengan demikian hal lain yang menjadi kunci keberhasilan dialog ini adalah kegiatan-kegiatan yang menindaklanjutinya. Dialog tidak boleh hanya menjadi kegiatan sekali waktu saja. Kesepahaman baru yang kita harapkan terjadi perlu dijaga, diperkaya, dan disebarkan kepada khalayak yang lebih luas. Apa yang muncul kemudian harus dirancang sesuai dengan para peserta dialog –mungkin dalam bentuk kegiatan remaja/kepemudaan, penulisan artikel populer, penerbitan bersama makalah-makalah akademik yang berasal dari loka karya penelitian, film, atau bentuk-bentuk seni yang lain, semuanya harus diproduksi melalui suatu kolaborasi.

Dalam jangka panjang, inisiatif P2P ini hanya akan bermakna jika ia didukung penuh oleh pihak-pihak yang peduli dan terlibat di dalamnya. Untuk itu kami menghimbau partisipasi dari berbagai pihak, dari kalangan yang seluas mungkin, mereka yang tertarik dalam mendukung inisiatif ini dan merasakan manfaatnya, sekaligus bersedia menghadapi semua risiko dari dialog. []

Siapakah Anggota IA-P2P?
Keanggotaan IA-P2P terbuka bagi segenap kalangan yang berminat.

Board of Trustee IA-P2P adalah sbb:

Abdillah Toha
A. Malik Gismar
Anies Baswedan
Asna Husin
Azyumardi Azra
Din Syamsuddin
Haidar Bagir
Imam B. Prasodjo
Komaruddin Hidayat
Mochtar Pabottingi
Putut Widjanarko
Vivi Alatas
Zainal Abidin Bagir

Sekretaris: Ilham D. Sannang

Leave a comment